Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Rabu, 09 November 2011

KECERDASAN LOGIKA UNTUK ANAK


BAB I
PENDAHULUAN
    A. Latar Belakang Masalah
Sesungguhnya setiap anak dilahirkan cerdas dengan membawa potensi dan keunikan masing-masing yang memungkinkan mereka untuk menjadi cerdas. Howard Gardner dalam bukunya Multiple Intelligences, menyatakan terdapat delapan kecerdasan pada manusia yaitu: kecerdasan linguistik/verbal/bahasa, kecerdasan matematis logis, kecerdasan visual/ruang/spasial, kecerdasan musikal/ritmis, kecerdasan kinestetik jasmani, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Tugas orangtua dan pendidik lah mempertahankan sifat-sifat yang menjadi dasar kecerdasan anak agar bertahan sampai tumbuh dewasa, dengan memberikan faktor lingkungan dan stimulasi yang baik untuk merangsang dan mengoptimalkan fungsi otak dan kecerdasan anak.
dalam faktanya, matematika merupakan salah satu matapelajaran di sekolah yang mendapatkan perhatian lebih baik dari kalangan guru, orangtua maupun anak. selain matematika adalah termasuk matapelajaran yang diujikan dalam ujian nasional (un) juga masih ditemukan banyak pihak yang memiliki persepsi bahwa matematika adalah pengetahuan terpenting yang harus dikuasai anak.
tetapi, dalam kenyataan yang dihadapi saat ini, masih terdapat anak yang belum dibekali kemampuan untuk berprestasi cemerlang di bidang matematika. seolah-olah mereka, dihadapkan pada dua hal yang dilematis, di satu sisi mereka harus menguasai matematika, di sisi lain ia merasa lemah untuk belajar matematika. mungkinkah hal ini, akibat dari sistem pendidikan kita yang salah? pola pengasuhan orangtua yang keliru? atau memang potensi matematisnya tidak dikembangkan sejak usia dini? atau jangan-jangan mereka tidak mau belajar karena merasa tidak butuh dengan matematika.
hakikatnya, setiap individu itu dalam kehidupannya pasti membutuhkan matematika (meski tingkat sederhana, misal: jual beli). dan, pada prinsipnya setiap anak itu dikaruniai kemampuan matematis, yakni memiliki kemampuan mengenal angka sejak dini bahkan sebelum usia sekolah. anak usia pra-sekolah sudah mengerti tentang kuantitas, misalnya banyak dan sedikitnya benda, jumlah saudaranya, dll. sekarang, tinggal tugas orangtua dan pendidik lah untuk mempertahankan sifat-sifat yang menjadi dasar kecerdasan anak agar bertahan sampai tumbuh dewasa, dengan memberikan faktor lingkungan dan stimulasi yang baik untuk merangsang dan mengoptimalkan fungsi otak dan kecerdasan anak.
kecerdasan matematis memuncak pada masa remaja dan masa awal dewasa. beberapa kemampuan matematika tingkat tinggi akan menurun setelah usia 40 tahun. kecerdasan matematis logis dikategorikan sebagai kecerdasan akademik, karena dukungannya yang tinggi dalam keberhasilan studi seseorang. dalam tes iq, kecerdasan matematis logis sangat diutamakan. oleh karenanya, matematika menjadi bermakna dalam kehidupan individu manusia.
nah, berpijak pada uraian singkat tersebut, kita menjadi maklum bahwa dalam setiap individu ternyata telah terdapat potensi kecerdasan matematis. oleh karenanya, tinggal bagaimana kita sebagai orangtua, guru, pendamping dapat mengembangkan kecerdasan tersebut sejak usia dini. harapannya, ketika tumbuh dewasa anak-anak tidak lagi kesulitan untuk mencari potensi matematisnya.
dengan demikian, paud menjadi sarana efektif untuk menggali dan mengembangan kecerdasan matematis yang dimiliki anak. tentunya, dengan cara yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan anak. misalnya, menghitung jumlah kue, jumlah uang, memperlihatkan warna-warni baju, menghitung banyaknya kotak keramik, dll. dengan berusaha menggali dan mengembangkan kecerdasan matematis anak sejak usia dini, diharapkan ketika masuk jenjang pendidikan selanjutnya, anak tidak lagi merasa kesulitan untuk menerima materi pelajaran matematika.
dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk menulis sebuah makalah dengan judul "pengaruh kecerdasan logika matematika dalam pendidikan anak usia dini".
B. Perumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini sistematis, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud kecerdasan logika matematika?
2. Bagaimana cara mengasah kecerdasan logika matematika pada anak?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi kecerdasan logika matematika.
2. Untuk mengetahui cara mengasah kecerdasan logika matematika pada anak usia dini.
D. Kerangka Berpikir
Rendahnya mutu pendidikan masih disandang bangsa . Hal ini dapat diminimalkan dengan mengoptimalkan pendidikan pada anak sejak dini, terutama pendidikan matematika. Mengingat image masyarakat terhadap matematika yang menganggap pelajaran yang menakutkan. Padahal, matematika dapat diberikan kepada anak sejak usia 0+ tahun.
Anak pada usia 0-6 tahun perlu mendapat perhatian khusus karena pada usia inilah kesiapan mental dan emosional anak mulai dibentuk. Penelitian terhadap Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menunjukkan bahwa mutu pendidikan dan keberhasilan akademis secara signifikan dipengaruhi oleh kualitas masukan pendidikan yaitu kesiapan mental dan emosional anak memasuki sekolah dasar.
Anak mulai belajar dan beradaptasi dengan lingkungannya sejak bayi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan otak bayi dibentuk pada usia 0-6 tahun. Oleh sebab itu asupan nutrisi yang cukup juga harus diperhatikan. Para ahli neurologi meyakini sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia terjadi pada usia 4 tahun, 80% terjadi ketika usia 8 tahun, dan 100% ketika anak mencapai usia 8 - 18 tahun.
Itulah sebabnya, mengapa masa anak-anak dinamakan masa keemasan. Sebab, setelah masa perkembangan ini lewat, berapapun kapabilitas kecerdasan yang dicapai oleh masing-masing individu, tidak akan meningkat lagi.
Bagi yang memiliki anak, tentu tidak ingin melewatkan masa keemasan ini. Berdasarkan kajian neurologi dan psikologi perkembangan, kualitas anak usia dini disamping dipengaruhi oleh faktor bawaan juga dipengaruhi faktor kesehatan, gizi dan psikososial yang diperoleh dari lingkungannya. Maka faktor lingkungan harus direkayasa dengan mengupayakan semaksimal mungkin agar kekurangan yang dipengaruhi faktor bawaan tersebut bisa diperbaiki.
Dalam tahun-tahun pertama kehidupan, otak anak berkembang sangat pesat dan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan yang memuat berbagai kemampuan dan potensi. Nutrisi bagi perkembangan anak merupakan benang merah yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Setidaknya terdapat 6 aspek yang harus diperhatikan terkait dengan perkembangan anak antara lain: pertama, perkembangan fisik: hal ini terkait dengan perkembangan motorik dan fisik anak seperti berjalan dan kemampuan mengontrol pergerakan tubuh.
Kedua, perkembangan sensorik: berkaitan dengan kemampuan anak menggunakan panca indra dalam mengumpulkan informasi. Ketiga, perkembangan komunikasi dan bahasa: terkait dengan kemampuan menangkap rangsangan visual dan suara serta meresponnya, terutama berhubungan dengan kemampuan berbahasa dan mengekspresikan pikiran dan perasaan. Keempat, perkembangan kognitif: berkaitan dengan bagaimana anak berpikir dan bertindak. Kelima, perkembangan emosional: berkaitan dengan kemampuan mengontrol perasaan dalam situasi dan kondisi tertentu. Keenam, perkembangan sosial: berkaitan dengan kemampuan memahami identitas pribadi, relasi dengan orang lain, dan status dalam lingkungan sosial.
orang tua juga dituntut untuk memahami fase-fase pertumbuhan anak. Fase pertama, mulai pada usia 0-1 tahun. Pada permulaan hidupnya, anak diusia ini merupakan suatu mahkluk yang tertutup dan egosentris. Ia mempunyai dunia sendiri yang berpusat pada dirinya sendiri. Dalam fase ini, anak mengalami pertumbuhan pada semua bagian tubuhnya. Ia mulai terlatih mengenal dunia sekitarnya dengan berbagai macam gerakan. Anak mulai dapat memegang dan menjangkau benda-benda disekitarnya. Ini berarti sudah mulai ada hubungan antara dirinya dan dunia luar yang terjadi pada pertengahan tahun pertama (� 6 bulan). Pada akhir fase ini terdapat dua hal yang penting yaitu: anak belajar berjalan dan mulai belajar berbicara.
Fase kedua, terjadi pada usia 2-4 tahun. Anak semakin tertarik kepada dunia luar terutama dengan berbagai macam permainan dan bahasa. Dunia sekitarnya dipandang dan diberi corak menurut keadaan dan sifat-sifat dirinya. Disinilah mulai timbul kesadaran akan "Akunya". Anak berubah menjadi pemberontak dan semua harus tunduk kepada keinginannya.
Fase ketiga, terjadi pada usia 5-8 tahun. Pada fase pertama dan kedua, anak masih bersifat sangat subjektif namun pada fase ketiga ini anak mulai dapat melihat sekelilingnya dengan lebih objektif. Semangat bermain berkembang menjadi semangat bekerja. Timbul kesadaran kerja dan rasa tanggung jawab terhadap kewajibannya. Rasa sosial juga mulai tumbuh. Ini berarti dalam hubungan sosialnya anak sudah dapat tunduk pada ketentuan-ketentuan disekitarnya. Mereka mengingini ketentuan-ketentuan yang logis dan konkrit. Pandangan dan keinginan akan realitas mulai timbul.
Untuk pendidikan matematika dapat diberikan pada anak usia 0+ tahun sambil bermain, karena waktu bermain anak akan mendapat kesempatan bereksplorasi, bereksperimen dan dengan bebas mengekspresikan dirinya. Dengan bermain, tanpa sengaja anak akan memahami konsep-konsep matematika tertentu dan melihat adanya hubungan antara satu benda dan yang lainnya.
Anak juga sering menggunakan benda sebagai simbul yang akan membantunya dalam memahami konsep-konsep matematika yang lebih abstrak. Ketika bermain, anak lebih terstimulasi untuk kreatif dan gigih dalam mencari solusi jika dihadapkan atau menemukan masalah.
Pada pendidikan matematika dapat diberikan misalnya pada pengenalan bilangan, terlebih dahulu diperdengarkan angka dengan menyebutkan angka satu, dua, tiga dan seterusnya. Dan perlihatkan benda-benda berjumlah satu, dua, tiga dan seterusnya, bukan berarti materinya langsung mengenalkan lambang bilangan "dua" karena anak akan bingung. Dengan bertambahnya kecerdasan dan umur barulah diperkenalkan ke lambang bilangan.
Pengenalan geometri, anak diberikan berbagai macam bentuk bangun misalnya bola, kotak, persegi, lingkaran dan sebagainya. Dengan memerintahkan anak mengambil bangun yang disebutkan nama dan ciri-cirinya.
Pengenalan penjumlahan dan pengurangan, pakailah bola berdiameter sama yang dapat digenggam. Untuk pengurangan, sebanyak bola diambil satu, dua, ..., dan . Sebaliknya penjumlahan dengan menambahkan satu, dua, ..., sampai empat pada bola yang tergenggam. Mengingat ciri khas pada setiap jumlah bola yang sering dilihatnya, anak pun akan melihat kejanggalan ketika dikurangi atau ditambah. Peristiwa tersebut membuatnya semakin memahami hakikat "bertambah" dan "berkurang", yang ditandai perubahan jumlah bola yang digenggamnya. Apalagi pada peragaan bola yang diameter dan warnanya beragam, pemahamannya tidak lagi terikat dengan ukuran, tetapi pada jumlah bola yang tampak.
Pengenalan hubungan atau pengasosiasian antara benda, misalnya berikan kotak dan dilanjutkan dengan memperlihatkan benda yang berbentuk kotak lain seperti kotak susu, bungkus sabun dan sebagainya. Dibenak anak dapat menghubungkan antar kotak yang satu dengan yang lainnya. Sehingga pendidikan matematika dapat diberikan kepada anak usia dini dimulai dari pendidikan keluarga, yang dilakukan oleh orang tua sebagai guru terdekat sang anak.
Peran penting yang dapat dilakukan orang tua yaitu sebagai: Pertama, pengamat. Orang tua mengamati apa yang dilakukan oleh anak sehingga dapat mengikuti proses yang berlangsung. Ketika dibutuhkan, orang tua dapat memberikan dukungan dengan mengacungkan jempol, mengangguk tanda setuju, menyatakan rasa sukanya, bahkan ikut bermain. Kedua, manajer. Orang tua memperkaya ide anak dengan ikut mempersiapkan peralatan sampat tempat bermain. Ketiga, teman bermain. Orang tua ikut bermain dengan kedudukan sejajar dengan anak. Keempat, pemimpin (play leader). Dalam hal ini orang tua berperan menjadi teman bermain, sekaligus memberikan pengayaan dengan memperkenalkan cara serta tema baru dalam bermain.
Pengaruh orang tua sebagai "guru" pada anak memiliki porsi terbesar dilingkungannya, sehingga orang tua dalam mendidik dapat beracuan: pertama, berorientasi pada anak (pupil centered). Dalam mengajar anak tidak dengan komunikasi satu arah dengan kata lain orang tua dinyatakan orang yang paling tahu dan paling pandai.
Kedua, dinamis. Dalam mendidik anak bawalah mereka sambil bermain dan orang tua dapat memancing anak untuk memunculkan ide kreatif dan inovatifnya. Ketiga, demokratis. Ini berarti, memberikan kesempatan pada anak untuk menuangkan pikirannya dan bersikap tidak sok kuasa.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kecerdasan Logika Matematika
Kecerdasan (Inteligensi)secara umum dipahami pada dua tingkat yakni :
1. Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran.
2. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah.
Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.
Sementara itu, yang dimaksud dengan kecerdasan matematis logis menurut adalah kemampuan penalaran ilmiah, perhitungan secara matematis, berpikir logis, penalaran induktif/deduktif, dan ketajaman pola-pola abstrak serta hubungan-hubungan.
Dapat diartikan juga sebagai kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai solusinya. Anak dengan kemampuan ini akan senang dengan rumus dan pola-pola abstrak. Tidak hanya pada bilangan matematika, tetapi juga meningkat pada kegiatan yang bersifat analitis dan konseptual.
Kecerdasan logis matematis adalah kemampuan memahami suatu kondisi atau keadaan dengan menggunakan perhitungan matematis dan melalui penalaran logika. Fokusnya yaitu kemampuan memecahkan suatu masalah secara logis berdasarkan informasi-informasi yang dimiliki. Sering disebut juga sebagai kemampuan analisis. Jadi, kecerdasan logis matematis tak dibatasi pada kemampuan memecahkan soal hitung-hitungan saja.
Kecerdasan logis-matematis adalah kemampuan melakukan penalaran, beurusan dengan angka dan kemampuan untuk memecahkan masalah dengan rasional dan berpikir jernih.Contohnya: biasanya anak akan melihat suatu mesin bukan dari keindahannya tetapi dari bagaimana cara kerja mesin itu (urutan kerjanya), juga biasanya senag main catur dan otomatis biasanya senang dengan pelajaran matematika.Kecendengannya nanti pada saat bekerja juga ada hubungannya dengan angka-angka tersebut.
Menurut Gardner ada kaitan antara kecerdasan matematik dan kecerdasan linguistik. Pada kemampuan matematika, anak menganalisa atau menjabarkan alasan logis, serta kemampuan mengkonstruksi solusi dari persoalan yang timbul. Kecerdasan linguistik diperlukan untuk merunutkan dan menjabarkannya dalam bentuk bahasa.
Bentuk kecerdasan ini termasuk yang paling mudah distandarisasikan dan diukur. Kecerdasan ini sebagai pikiran analitik dan sainstifik, dan bisa melihatnya dalam diri ahli sains, programmer komputer, akuntan, banker dan tentu saja ahli matematika.
Berkaitan dengan pelajaran matematika. Tokoh-tokoh yang terkenal antara lain Madame Currie, Blaise Pascal, B.J. Habibie.
B. Ciri-Ciri Kecerdasan Logika Matematika
Kecerdasan Matematis-logis berhubungan dengan pola, rumus-rumus, angka-angka dan logika. Orang-orang ini cenderung pintar dalam teka-teki, gambar, aritmatika, dan memecahkan masalah matematika, mereka seringkali menyukai komputer dan pemrograman.
Ciri-ciri lain dari kecerdasan logika matematika ini di antaranya adalah:
1. banyak bertanya tentang cara kerja suatu hal,
2. suka bekerja atau bermain dengan angka,
3. lebih tertarik pada game matematika dan komputer dibandingkan permainan lain,
4. suka mengerjakan teka teki logika atau soal-soal angka yang sulit, suka dan memperoleh nilai tinggi dalam pelajaran matematika,
5. sering melakukan percobaan mengenai ilmu pasti, pada saat pelajaran maupun pada waktu luangnya, suka membuat kategori, hierarki, atau pola logis lain,
6. suka permainan catur, main dam, atau permainan strategi lain,
7. mudah memahami rumus dan cara kerjanya serta tepat dalam mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari dan
8. pandai menggunakan pengetahuannya dan memberi pendapatnya untuk memecahkan persoalan sehari-hari.
Menurut Gardner, ciri anak cerdas matematik logis pada usia balita, anak gemar bereksplorasi untuk memenuhi rasa ingin tahunya seperti menjelajah setiap sudut, mengamati benda-benda yang unik baginya, hobi mengutak-atik benda serta melakukan uji coba. Seperti bagaimana jika kakiku masuk kedalam ember penuh berisi air atau penasaran menyusun puzzle. Mereka juga sering bertanya tentang berbagai fenomena dan menuntut penjelasan logis dari tiap pertanyaan yang diajukan. Selain itu anak juga suka mengklasifikasikan berbagai benda berdasarkan warna, ukuran, jenis dan lain-lain serta gemar berhitung.

C. Merangsang Kecerdasan Logika Matematika pada Anak Usia Dini
Pada dasarnya setiap anak dianugerahi kecerdasan matematika logis. mendefinisikan kecerdasan matematis logis sebagai kemampuan penalaran ilmiah, perhitungan secara matematis, berpikir logis, penalaran induktif/deduktif, dan ketajaman pola-pola abstrak serta hubungan-hubungan. Dapat diartikan juga sebagai kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai solusinya. Anak dengan kemampuan ini akan senang dengan rumus dan pola-pola abstrak. Tidak hanya pada bilangan matematika, tetapi juga meningkat pada kegiatan yang bersifat analitis dan konseptual. Menurut Gardner ada kaitan antara kecerdasan matematik dan kecerdasan linguistik. Pada kemampuan matematika, anak menganalisa atau menjabarkan alasan logis, serta kemampuan mengkonstruksi solusi dari persoalan yang timbul. Kecerdasan linguistik diperlukan untuk merunutkan dan menjabarkannya dalam bentuk bahasa.
Bagaimana kita merangsang kecerdasan matematis logis anak sejak usia dini? Bagimana kita menanamkan konsep matematis logis sejak dini? Kita bisa mengenalkan pertama kali pemahaman konsep matematika sejak usia dini dari lingkungan sekitar kita dan pengalaman sehari-hari anak serta memberikan stimulasi yang mendukung. Tentu saja hal ini dilakukan tanpa paksaan dan tekanan, dan melalui permainan-permainan. Dalam pendidikan anak, peran orangtua tak tergantikan dan rumah merupakan basis utama pendidikan anak. Banyak permainan eksplorasi yang bisa mengasah kemampuan logika matematika anak, namun tentu hal ini harus disesuaikan dengan usia anak. Saat anak balita bermain pasir, anak sesungguhnya sedang menghidupkan otot tangannya yang melatih motorik halusnya sehingga kelak anak mampu memegang pensil, menggambar dan lain-lain. Dengan bermain pasir anak sesungguhnya belajar estimasi dengan menuang atau menakar yang kelak semua itu ada dalam matematika.
Ketika kita mengenalkan angka pada anak jangan hanya sebagai simbol, misalnya kita mempunyai dua jeruk, sediakan dua buah jeruk. Sehingga anak paham tentang konsep angka dan bilangan. Lagu juga bisa menjadi media untuk memperkenalkan berbagai tema tentang angka. Seperti lagu balonku ada . Atau kita bisa berkreasi menciptakan lagu sederhana sendiri sambil memperagakan jari kita sebagai alat untuk menghitung, sehingga secara perlahan anak mudah menangkap konsep abstrak dalam bilangan.
Setelah anak mengenal bilangan 1 sampai 10, maka bisa dikenalkan bilangan nol. Memberikan pemahaman konsep bilangan nol pada anak usia dini tidaklah mudah. Permainan ini dapat dilakukan dengan menghitung magnet yang ditempelkan di kulkas. Cobalah mengambil satu persatu dan mintalah anak menghitung yang tersisa. Lakukan berulangkali sehingga magnet di kulkas tidak ada lagi yang melekat. Saat itu dapat diunjukkan bahwa yang dilihat pada kulkas adalah 0 (nol) magnet.
Saat berada di dapur, kita bisa mengenalkan konsep klasifikasi dan pengelompokan yang berkaitan dengan konsep logika matematika, misalnya dengan cara anak diminta mengelompokkan sayuran berdasarkan warna. Mengasah kemampuan berhitung dalam pengoperasian bilangan sederhana, misalnya ketika tiga buah apel dimakan satu buah maka sisanya berapa. Bisa juga membuat bentuk-bentuk geometri melalui potongan sayuran. Sesekali lakukan juga kegiatan membuat kue bersama, selain dapat menambah keakraban dan kehangatan keluarga, anak-anak juga dapat belajar matematika melalui kegiatan menimbang, menakar, menghitung waktu. Memasak sambil melihat resep juga melatih keterampilan membaca dan belajar kosakata. Jangan risaukan keadaan dapur yang akan menjadi kotor dan berantakan dengan tepung dan barang-barang yang bertebaran, karena seperti slogan sebuah iklan bahwa berani kotor itu baik. Anak senang dan tanpa sadar mereka telah belajar banyak hal. Saat dimeja makan pun kita mengajarkan pembagian dengan bertanya pada anak, misalnya supaya kita sekelurga kebagian semua, puding ini kita potong jadi berapa ya? Lalu bila puding sudah dipotong-potong, angkat satu bagian dan tanyakan seberapa bagiankah itu? Hal ini terkait dengan konsep pecahan.
Kita dapat juga memberikan konsep matematika seperti pemahaman kuantitas, seperti berapa jumlah ikan hias di akuarium. Ketika bersantai di depan rumah, anak diajak menghitung berapa banyak motor yang lewat dalam 10 menit. Kenalkan juga konsep perbandingan seperti lebih besar, lebih kecil dan sebagainya, misalnya dengan menanyakan pada anak roti bolu dengan roti donat mana yang ukurannya lebih besar. Saat kita mengenalkan dan menanyakan pada anak bahwa mobil bergerak lebih cepat daripada motor, pohon kelapa lebih tinggi dari pohon jambu, atau tas kakak lebih berat daripada tas adik, sebenarnya hal ini sudah termasuk mengajarkan anak pada konsep kecepatan, panjang dan berat, sehingga fungsi kecerdasan matematikanya menjadi aktif.
Untuk kegiatan di luar rumah, ketika kita mengajak anak berbelanja, libatkan ia dalam transaksi sehingga semakin melatih keterampilan pengoperasian seperti penjumlahan dan pengurangan. Bisa juga dengan permainan toko-tokoan atau pasar-pasaran dengan teman-temannya. Kita juga dapat memberikan anak mainan-mainan yang edukatif seperti balok-balok, tiruan bentuk-bentuk geometri dengan dihubungkan dengan benda-benda disekitar mereka bentuk-bentuk geometri seperti segitiga, segiempat, lingkaran, persegi panjang dan lain-lain. Pengenalan bentuk geometri yang baik, akan membuat anak lebih memahami lingkungannya dengan baik. Saat melihat roda mobil misalnya anak akan tahu kalau bentuknya lingkaran, meja bentuknya segiempat, atap rumah segitiga dan sebagainya. Kita juga bisa memberikan game-game dalam komputer yang edukatif yang mampu merangsang kecerdasan anak.
Permainan-permainan tradisional pun dapat merangsang dan meningkatkan kecerdasan matematis logis anak seperti permainan congklak atau dakon sebagai sarana belajar berhitung dan juga bermanfaat melatih kemampuan manipulasi motorik halus terutama melatih kekuatan jari tangan yang di kemudian hari bermanfaat untuk persiapan menulis. Selama bermain anak dituntut untuk fokus mengikuti alur permainanyang pada gilirannya akan melatih konsentrasi dan ketekunan anak yang dibutuhkan saat anak mengikuti pelajaran disekolah.
Mengapa stimulasi untuk kecerdasan anak banyak melalui permainan-permainan dan kegiatan bermain yang menyenangkan? Karena dengan bermain akan membuat anak dapat mengekspresikan gagasan dan perasaan serta membuat anak menjadi lebih kreatif. Dengan bermain juga akan melatih kognisi atau kemampuan belajar anak berdasarkan apa yang dialami dan diamati dari sekelilingnya. Saat memainkan permainan yang menantang, anak memiliki kesempatan dalam memecahkan masalah (problem solving). Misalnya menyusun lego atau bermain pasel. Anak dihadapkan pada masalah, tetapi bukan masalah sebenarnya, melainkan sebuah permainan yang harus dikerjakan anak. Masalah yang mengasyikkan yang membuat anak tanpa sadar dilatih untuk memecahkan sebuah masalah. Hal ini akan memperkuat kemampuan anak keluar dari masalah. Misalnya ketika sedang menalikan sepatu, anak akan berusaha menggunakan seluruh kemampuannya untuk menyelesaikan hingga tuntas. Dan ini juga akan melatih ketika anak kelak di sekolah mendapat pelajaran-pelajaran matematika yang berdasarkan pemecahan masalah (problem solving).
Bagi usia prasekolah, ketika orangtua sudah mulai merangsang kecerdasan logis matematis dirumah, maka akan lebih mudah bagi anak menerima konsep matematika ketika mulai masuk sekolah. Bagi anak yang telah masuk sekolah, orangtua juga harus terus mendukung dengan memberikan berbagai macam eksplorasi ataupun permainan-permainan yang semakin mengasah kecerdasan matematik logis anak dengan cara yang kreatif dan menyenangkan untuk terus menarik keingintahuan anak. Dengan demikian anak akan menyukai pelajaran matematika karena matematika ternyata ada disekitar mereka dan mereka mengetahui tujuan belajar matematika. Tentu hal ini harus didukung dengan pola pengajaran matematika di sekolah yang menyenangkan, kreatif, kontekstual, realistik, menekankan pada proses dan pemahaman siswa dan problem solving (pemecahan masalah), kreatif dalam mengenalkan dan mengajarkan konsep matematika serta dengan berbagai macam permainan dan alat peraga yang menarik sehingga matematika akan menjadi pelajaran yang menyenangkan dan ditunggu-tunggu. Dalam buku yang berjudul Menjadi Guru Yang Mampu dan Bisa Mengajar disebutkan Learning is Most Effective When Its Fun.
D. Urgensi Kecerdasan Logika Matematika pada Anak Usia Dini
Satu-satu, aku sayang ibu. Dua-dua, aku sayang ayah. Tiga-tiga, sayang adik kakak. Satu dua tiga sayang semuanya.
Apa hubungan lagu Satu-Satu Aku Sayang Ibu dengan logika matematis? Ternyata pengenalan urutan kesatu, kedua, lalu ketiga itu merupakan salah satu contoh logika matematis. Nah penguasaan logika dan penalaran matematis ini disebut kecerdasan logis matematis. Kecerdasan ini dipopulerkan oleh Howard Gardner, profesor pendidikan di yang memasukkannya sebagai bagian dari kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence). Lebih lengkapnya, kecerdasan logis matematis adalah kemampuan memahami suatu kondisi atau keadaan dengan menggunakan perhitungan matematis dan melalui penalaran logika. Fokusnya yaitu kemampuan memecahkan suatu masalah secara logis berdasarkan informasi-informasi yang dimiliki. Sering disebut juga sebagai kemampuan analisis. Jadi, kecerdasan logis matematis tak dibatasi pada kemampuan memecahkan soal hitung-hitungan saja.
Pada dasarnya, semua anak memiliki kecerdasan logis matematis. Hanya kadarnya saja yang berbeda-beda. Minat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan berhitung (pada khususnya) juga memengaruhi perkembangan kecerdasan ini. Satu hal yang pasti, kecerdasan ini perlu dikembangkanterlebih di usia prasekolahkarena anak diharapkan mampu melakukan tugas-tugas sederhana yang mungkin saja mengandung beberapa persoalan yang harus dipecahkannya.
Contoh, ketika anak diminta merapikan mainan yang berserakan, dia tahu bagaimana cara merapikannya dengan memilah-milah dan memasukkannya ke dalam boks mainan berdasarkan tipenya, merapikan buku-buku berdasarkan ukurannya ke rak, dan sebagainya. Contoh lain, jika tiba-tiba mobil-mobilannya tidak bisa jalan, anak diharapkan dapat mencari apa penyebabnya secara logis dan sistematis berdasarkan segala informasi yang dimilikinya. Anak yang memiliki kecerdasan logis matematis yang baik, akan mudah memahami situasi maupun kondisi yang tengah dihadapi, kemudian berusaha memecahkan masalahnya.
Dalam faktanya, matematika merupakan salah satu matapelajaran di sekolah yang mendapatkan perhatian lebih baik dari kalangan guru, orangtua maupun anak. Selain matematika adalah termasuk matapelajaran yang diujikan dalam ujian nasional (UN) juga masih ditemukan banyak pihak yang memiliki persepsi bahwa matematika adalah pengetahuan terpenting yang harus dikuasai anak.
Tetapi, dalam kenyataan yang dihadapi saat ini, masih terdapat anak yang belum dibekali kemampuan untuk berprestasi cemerlang di bidang matematika. Seolah-olah mereka, dihadapkan pada dua hal yang dilematis, di satu sisi mereka harus menguasai matematika, di sisi lain ia merasa lemah untuk belajar matematika. Mungkinkah hal ini, akibat dari sistem pendidikan kita yang salah? Pola pengasuhan orangtua yang keliru? Atau memang potensi matematisnya tidak dikembangkan sejak usia dini? Atau jangan-jangan mereka tidak mau belajar karena merasa tidak butuh dengan matematika.
Hakikatnya, setiap individu itu dalam kehidupannya pasti membutuhkan matematika (meski tingkat sederhana, misal: jual beli). Dan, pada prinsipnya setiap anak itu dikaruniai kemampuan matematis, yakni memiliki kemampuan mengenal angka sejak dini bahkan sebelum usia sekolah. Anak usia pra-sekolah sudah mengerti tentang kuantitas, misalnya banyak dan sedikitnya benda, jumlah saudaranya, dll. Sekarang, tinggal tugas orangtua dan pendidik lah untuk mempertahankan sifat-sifat yang menjadi dasar kecerdasan anak agar bertahan sampai tumbuh dewasa, dengan memberikan faktor lingkungan dan stimulasi yang baik untuk merangsang dan mengoptimalkan fungsi otak dan kecerdasan anak.
Kecerdasan matematis memuncak pada masa remaja dan masa awal dewasa. Beberapa kemampuan matematika tingkat tinggi akan menurun setelah usia 40 tahun. Kecerdasan matematis logis dikategorikan sebagai kecerdasan akademik, karena dukungannya yang tinggi dalam keberhasilan studi seseorang. Dalam tes IQ, kecerdasan matematis logis sangat diutamakan. Oleh karenanya, matematika menjadi bermakna dalam kehidupan individu manusia.
Nah, berpijak pada uraian singkat tersebut, kita menjadi maklum bahwa dalam setiap individu ternyata telah terdapat potensi kecerdasan matematis. Oleh karenanya, tinggal bagaimana kita sebagai orangtua, guru, pendamping dapat mengembangkan kecerdasan tersebut sejak usia dini. Harapannya, ketika tumbuh dewasa anak-anak tidak lagi kesulitan untuk mencari potensi matematisnya.
Dengan demikian, PAUD menjadi sarana efektif untuk menggali dan mengembangan kecerdasan matematis yang dimiliki anak. Tentunya, dengan cara yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan anak. Misalnya, menghitung jumlah kue, jumlah uang, memperlihatkan warna-warni baju, menghitung banyaknya kotak keramik, dll. Dengan berusaha menggali dan mengembangkan kecerdasan matematis anak sejak usia dini, diharapkan ketika masuk jenjang pendidikan selanjutnya, anak tidak lagi merasa kesulitan untuk menerima materi pelajaran matematika.
E. Kemampuan Logis-Matematis Anak Prasekolah
Nah, berikut ini kemampuan logis matematis yang seyogianya dikuasai anak usia dini (early childhood) dan bagaimana menstimulasinya.
1. Kategorisasi/Penggelompokan
Anak dapat memilah-milah/mengelompokkan/mengategorisasikan segala sesuatu berdasarkan warna, bentuk, ukuran atau lainnya.
Contoh stimulasi:
Minta anak mengelompokkan sedotangunakan sedotan warna-warnisesuai warnanya; mana yang merah, hijau, biru, dan seterusnya. Atau, minta anak menyusun buku-buku ceritanya dari yang kecil/tipis sampai yang ukuran tebal; merapikan koleksi mobil-mobilannya dari yang kecil-kecil hingga yang besar; dan lainnya.
2. Mencocokkan/Menghubungkan
Secara nalar dan logika anak dapat menghubungkan atau mencocokkan suatu sebab-akibat, suatu keadaan dan kondisi tertentu atau mengasosiasikan sesuatu.
Contoh stimulasi:
Lakukan dengan bantuan gambar. Misal, di sebelah kiri ada deretan simbol angka 1, 2, 3, 4, dan 5; di sebelah kanan ada deretan gambar apel dengan jumlah tertentu. Kemudian, minta anak menghubungkan dengan garis antara simbol angka dengan jumlah apel yang sesuai.
3. Komparasi/Perbandingan
Anak bisa membandingkan sesuatu dari banyak hal, apakah itu warna, pola-pola tertentu, bentuk, ukuran, dan lainnya.
Contoh stimulasi:
Letakkan dua atau lebih suatu benda di meja, lalu minta anak menyebutkan mana yang ukurannya lebih kecil atau lebih besar. Bisa juga orangtua meletakkan beberapa gelas berisi air dan minta anak menyebutkan mana yang lebih banyak dan lebih sedikit airnya.
4. Pemahaman Bentuk Geometri
Dapat mengenal bentuk-bentuk geometri sederhana seperti bulat, persegi panjang, segitiga, dan sebagainya.
Contoh stimulasi:
Minta anak menghitung jumlah bentuk segitiga pada sebuah gambar rumah yang sederhana atau menghitung jumlah roda pada alat transportasi seperti becak, sepeda, dan sebagainya.
5. Pemahaman Bilangan (number bond)
Anak terampil mengolah angka dan menggunakan perhitungan matematis. Angka juga suatu simbol yang digunakan untuk berbagai macam hal, apakah itu menunjukkan waktu, ukuran, harga, dan sebagainya. Yang termasuk dalam kemampuan ini adalah:
a.                   Mengurutkan Bilangan (Membilang)
Dapat membilang atau mengurutkan angka secara bertahap, seperti menyebutkan bilangan 1-5, kemudian sampai 10, dan seterusnya disesuaikan dengan kemampuan anak. Di sini anak juga belajar mengenai konsep dasar angka, dimana angka 1 lebih sedikit jumlahnya dari angka 2, angka 2 lebih sedikit jumlahnya dari angka 3, dan seterusnya. Konsep angka ini juga berguna bagi anak untuk bisa menyatakan waktu, memutar nomor telepon, dan sebagainya.
Cara stimulasi:
Paling mudah lewat nyanyian, seperti lagu, "Satu-satu aku sayang ibu." Atau, ketika naik turun tangga, minta anak sambil menyebutkan bilangan secara urutan. Bisa juga dengan bantuan benda seperti apel/bola yang dimasukkan ke dalam keranjang, "1 apel, 2 apel, 3 apel,.." Sambil anak diajak menghitung bendanya.
b.                  Perhitungan Sederhana
Dapat melakukan penjumlahan dan pengurangan sederhana. Konsep perhitungan ini dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, semisal ketika berbelanja.
Cara stimulasi:
Lakukan lewat nyanyian, seperti, Satu ditambah satu sama dengan dua. Dua di tambah dua. atau lagu-lagu lain yang orangtua dapat ciptakan sendiri. Bisa juga dengan mengajak anak bermain tambah kurang. Contoh, letakkan beberapa buah kubus mainan si kecil, lalu katakan, Adek, lihat nih, Ibu punya 1 kubus (sambil meletakkan 1 kubus). Kemudian, Adek memberikan 2 kubus kepada Ibu (sambil meletakkan 2 kubus tersebut di dekat kubus yang pertama). Nah, sekarang kubus Ibu ada berapa, ya? Coba Adek hitung.... Begitu pun dengan pengurangan, namun agar anak mngerti jangan gunakan kata dikurang tetapi diambil.
Belajar matematika tak harus serius, namun bisa menyisipkannya dalampengalaman sehari-hari. Berikan pemahaman konsep matematika seperti mengajarkan anak pemahaman kuantitas. Tanyakan padanya es krim A dengan B mana yang ukurannya lebih besar. Yang penting, papar Abdur, orangtua memberikan stimulasi yang memadai. Saat anak sudah bisa berkomunikasi, Anda bisa memasukkan informasi seperti pengenalan konsep perbandingan lebih besar, lebih kecil, dan sebagainya. Angka hanyalah simbol, sebaiknya anak memahami proses dibalik angka. "Dari magnitude inilah anak bisa mulai mengenal konsep angka, hal inilah yang terkadang sering diabaikan orangtua," ujarnya.
Ketika Anda mengenalkan dan menanyakan pada anak si A berlari lebih kencang dibanding B atau si B lebih tinggi dibandingkan A, atau tas a lebih berat dibanding tas b, sebenarnya Anda sudah mengajarkan pada anak konsep kecepatan, panjang dalam meter atau berat dalam kilogram. Dengan demikian, fungsi kecerdasan matematika sudah aktif. "Sejauh anak bisa memahami itu, orangtua bisa memberikan stimulasi yang lebih tinggi," katanya. Jika ingin memasukkan anak ke lembaga khusus matematika, coba tinjau kembali apakah kebutuhan tersebut dapat terpenuhi.
Berikan penguatan jika pemahaman anak benar, sebaliknya luruskan pemahamannya yang menyimpang. Misalnya, ketika anak mengatakan kecambah akan tumbuh bertambah besar, artinya anak berpikir tak hanya tambah tinggi namun juga volumenya lebih besar, katakan 'Ya kamu benar' sebaliknya jika anak tak mampu menebak Anda bisa memancing dengan pertanyaan `apakah jadi lebih besar atau lebih tinggi?'. Ini salah satu bentuk orangtua mengevaluasi anak.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan pada bab II di atas, maka sampailah penulis pada kesimpulan. Adapun kesimpulan yang dapat penulis tarik adalah sebagai berikut:
1. Kecerdasan logis-matematis adalah kemampuan melakukan penalaran, beurusan dengan angka dan kemampuan untuk memecahkan masalah dengan rasional dan berpikir jernih.Contohnya: biasanya anak akan melihat suatu mesin bukan dari keindahannya tetapi dari bagaimana cara kerja mesin itu (urutan kerjanya), juga biasanya senag main catur dan otomatis biasanya senang dengan pelajaran matematika.Kecendengannya nanti pada saat bekerja juga ada hubungannya dengan angka-angka tersebut.
2. Kita bisa mengenalkan pertama kali pemahaman konsep matematika sejak usia dini dari lingkungan sekitar kita dan pengalaman sehari-hari anak serta memberikan stimulasi yang mendukung. Tentu saja hal ini dilakukan tanpa paksaan dan tekanan, dan melalui permainan-permainan. Dalam pendidikan anak, peran orangtua tak tergantikan dan rumah merupakan basis utama pendidikan anak. Banyak permainan eksplorasi yang bisa mengasah kemampuan logika matematika anak, namun tentu hal ini harus disesuaikan dengan usia anak. Saat anak balita bermain pasir, anak sesungguhnya sedang menghidupkan otot tangannya yang melatih motorik halusnya sehingga kelak anak mampu memegang pensil, menggambar dan lain-lain. Dengan bermain pasir anak sesungguhnya belajar estimasi dengan menuang atau menakar yang kelak semua itu ada dalam matematika.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dalam makalah yang sederhana ini di antaranya adalah:
1. Dalam setiap individu ternyata telah terdapat potensi kecerdasan matematis. Oleh karenanya, tinggal bagaimana kita sebagai orangtua, guru, pendamping dapat mengembangkan kecerdasan tersebut sejak usia dini. Harapannya, ketika tumbuh dewasa anak-anak tidak lagi kesulitan untuk mencari potensi matematisnya.
2. PAUD diharapkan dapat menjadi sarana efektif untuk menggali dan mengembangan kecerdasan matematis yang dimiliki anak. Tentunya, dengan cara yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan anak. Misalnya, menghitung jumlah kue, jumlah uang, memperlihatkan warna-warni baju, menghitung banyaknya kotak keramik, dll. Dengan berusaha menggali dan mengembangkan kecerdasan matematis anak sejak usia dini, diharapkan ketika masuk jenjang pendidikan selanjutnya, anak tidak lagi merasa kesulitan untuk menerima materi pelajaran matematika.


DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Heni Utami. RUU Sikdiknas Abaikan Pendidikan Anak Dini Usia. http:///www.pikiran .com/cetak/0403/15/0801.htm (Diakses Mei 2003)
Agustian, Ary Gunanjar.2002. Rahasia Sukses Membangun Keserdasan Emosi Dan Spiritual dan Spiritual: Esq (Emotional Spiritual Quotient) Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. : Arga Wijaya Persada.
Ahmar, Rosanah. Bercerita Kisah Al Quran Bantu Bentuk Watak Anak. http://www.danchan.com/weblog/wadah/65567 (Diakses Mei 2003)
Choun, Robert j.dan Michael s. Lawson, 1993. The Complete Handbook For Children Ministry: How To Reach and Teach Next Generation. :Thomas Nelson Publisher.
Dunia Anak: Prestasi Anak, Untuk Anak Atau Orangtua?. http://www.glorianet.org/keluarga/anak/anak pres.html (Diakses Mei 2003)
Sikap Religius Berawal dari Teladan: Kelaurga Menjadi Soko Guru bagi Pertumbuhan Sikap Religius Anak. Hal Penting yang Kelak akan Membawa Anak kepada Pencitraan Tuhan Secara Benar dalam Semangat Kesantunan dan Tolransi. http://www.indomedia.com/intisari/2002/02/khas_keluarga2. htm (Diakses Mei 2003)
Nogroho. 2003. Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini Melalui Bercerita. Makalah ini disajikan dalam Seminar Nasional Kelompok Studi Psikolinguistik Jurusan Bahasa dan Sastra .
Pua, S.R. Bercerita pada Anak Oleh Tim Bengkel Pak-STTT Jakarta. http://asmbektinm.tripod.com/renung/renungGSM01.htm (Diakses Mei 2003)
Rakhmat, Jalaludin. Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak. http://www.muthahhari.or.id/doc/artikel/sqanak.htm (Diakses Mei 2003)
Sarumpaet, Riris K. Toha. 2003. Anak dan Dunia Raja Kurus Dan Koki Gemuk. Makalah ini disajikan dalam seminar nasional kelompok studi psikolinguistik jurusan bahasa dan sastra .
Soekresno, Emmy. Masa-Masa Penting Pertumbuhan Anak. http://.balitacerdas.com/kembang/masapenting/html. (Diakses Mei 2003)




dari bebagai sumber 

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates